Pandung Ing Amarta

PANDUNG ING AMARTA di ciptakan oleh Bilqhiz Arij' Azizah untuk memenuhi tugas akhir Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya. 
Bilqhiz Arij ‘Azizah terlahir menjadi anak ketiga dari empat bersaudara dari sepasang suami istri: Dwi Sulistiono dan Yayuk Ningsih di Kota Surabaya pada tanggal 14 September 1995. Yang telah berhasil menyelesaikan pendidikan SMKN 12 Surabaya (2013) dan pada tahun itu pula telah melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya. Pada tahun (2013) telah berhasil mendirikan Komunitas Tari Merah Putih di lingkup Kelurahan Keputran, pada tahun (2013) diterima sebagai guru seni tari pada SDN Jemursari 1, pada tahun (2014) telah diterima sebagai guru tari di SDN Pacarkeling VII. Aktivitas Non Formal pada tahun (2007) Penari Remo Terbaik II dalam Gelar Seni Pertunjukan Festival Cak Durasim. Pada tahun (2011) Sebagai Juara Umum Karnaval Keprajuritan Nusantara Dalam Rangka Pekan Wira Budaya TAMAN MINI “INDONESIA INDAH”. Pada tahun (2012) sebagai peserta FLS2N Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Pada tahun (2012) sebagai penari jatil dalam Festival Reog Nasional di Ponorogo. Pada tahun (2014) sebagai penata tari dalam Festival Reog Nasional di Ponorogo. Dan sebagai penari dalam setiap kegiatan Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya.
Pada karya ini Bilqhiz Arij' Azizah sebagai koreografer mewujudkan gagasan melalui karya tari proses tranformasi dari kesenian wayang kulit. Tari kelompok bertema dengan dua karakter yang diantaranya Dewi Mustakaweni dan Raden Gatotkaca akan di garap dengan bentuk tari tradisi dan dikembangkan seperti dalam bukunya menuliskan (Wahyudianto, 2008: 02) “Tari adalah budaya masyarakat bangsa. Tersebab itu tari adalah tradisi yang harus pula dipelihara dan dikembangkan”.
Dua karakter Mustakaweni dan raden Gatotkaca tersebut diungkapkan melalui rangkaian gerak hingga menjadi sebuah tarian. Gerakan – gerakan yang tercipta melalui tubuh sebagai media yang akan menimbulkan adanya volume, kecepatan, dan dinamika dari yang lain. Maka dalam karya tari ini akan dibungkus dengan pola pola gerak tari Jawa Timuran, dengan menghadirkan dialog untuk membentuk suasana dan desain dramatis.
Dalam pembuatan karya ini saya mengacu dalam beberapa buku, yang bertujuan untuk memberi gambaran singkat untuk mengantar pembaca mengetahui lebih detail isi cerita dan sumber yang jelas, beberapa sumber sebagai literature dalam penggarapan karya tari sebagai berikut:
Buku tulisan Heru S Sudjarwo, S. Sn, 2010 cetakan ke 1. Rupa & Karakter Wayang Purwa, Jakarta, Kakilangit Kencana.
“ Mustakaweni, Dewi adalah putri Prabu Niwatakawaca/Nirbita, raja Manikmantaka dengan permaisuri Dewi Sanjiwati. Dia mempunyai kakak kandung bernama Niladruka/Bumiloka yang menjadi raja di negara Tegalparung.
            Walaupun ayahnya raksasa, Dewi Mustakaweni berwujud manusia biasa dan berwajah cantik. Berwatak pemberani, berjiwa prajurit. Dan pandai menggunakan senjata panah. Selain sakti, Dewi Mustakaweni juga memiliki aji Kamayan, yang dapat beralih rupa sesuai yang dikendakinya.
Atas perintah kakaknya, Prabu Nilarudraka, Dewi Mustakaweni mencuri pusaka keluarga Pandawa, Jamus Kalimasada. Dengan pusaka itu mereka akanmembalas dendam kepada Arjuna yang telah membunuh orang tua mereka, Prabu Niwatakawaca. Dewi Mustakaweni beralih rupa menjadi Gatotkaca palsu. Gatotkaca meminta izin kepada Dewi Drupadi untuk membawa Jamus Kalimasada ke Candi Saptaarga sebagai syarat pembangunan candi. Tanpa curiga Drupadi menyerahkan pusaka. Gatotkaca yang kelihatan mencurigakan berpapasan dengan Srikandi. Srikandi yang curiga lalu meminta kembali Jamus Kalimasada. Gatotkaca menolak. Mereka lalu bertarung, Gatotkaca dipanah Srikandi berubah wujud sebagai Muatakaweni. Mereka melanjutkan peperangan. Dewi Mustakaweni yang pandai terbamg melesat menghindar ketika Dewi Srikandi memanahnya.
Usaha pencurian pusaka Jamus Kalimasada itu akhirnya dapat digagalkan oleh Bambang Priyambada/Bambang Prabakusuma, putra Arjuna dengan Dewi Supraba. Bahkan Dewi Mustakaweni jatuh cinta pada Bambang Priyambada dan bersedia menjadi istrinya.

Buku tulisan Drs. Sutardjo, 2011, Sejarah Wayang Purwo, Panji Pustaka, Yogyakarta.
“ Dewi Mustakaweni putri Prabu Bumiloka, raja negara Manikmantika. Putri ini ingin membalas dendam pada kerabat Pandawa yang telah membunuh salah seorang leluhurnya. Maka tanpa izin ka-kandanya, Dewi Mustakaweni pun pergi meninggalakan negaranya. Dewi Mustakaweni singgah di pertapaan seorang pendeta raksasa, Begawan Kalapujangga, untuk mohon restu. Oleh Sang Begawan permintaannya diabulkan. Mustakaweni berubah rupa menjadi Raden Gatotkaca dan mendapat pesan untuk mencuri surat Kalimasada, azimat pusaka kerabat Pendawa yang berada di tangan Puntadewa.
Setibanya di negara Ngamarta, Mustakaweni dengan menyamar sebagai Gatotkaca mudah bisa menipu Dewi Drupadi, permaisuri Prabu Puntadewa. Surat Kalimasada dimintanya dan oleh Drupadi diberikan kepadanya. Adanya Gatotkaca palsu itu diketahui oleh Dewi Srikandi yang segera menyusul Dewi Mustakaweni. Terjadilah perang antara kedua putri itu. Mustakaweni kalah dan meninggalkan Srikandi dengan mengawan. Dewi Srikandi tak dapat menyusul dan menangislah dia.
Waktu Dewi Srikandi sedang berjalan, bertemu dengan Bambang Priyambada yang sedang berjalan menuju Madukara, negara Arjuna, akan menghadap Arjuna. Setelah Priyambada mengetahui tentang dicurinya surat Kalimasada oleh Mustakaweni, disusunlah Mustakaweni dan terjadilah perang antara Priyambada dan Mustakaweni dengan pengamalan kesaktian masing-masing. Kemudian Priyambada melepaskan panah gaibnya yang menyebabkan Mustakaweni telanjang, masuk ke dalam kolam dan menyerah.
Sebelum perang selesai, surat Kalimasada oleh Priyambada diserahkan kepada petruk, oleh karena menurut perhitungannya surat itu tak akan dapat direbut oleh Mustakaweni dari tangan Petruk. Tetapi sesudah memegang surat itu pikiran Petruk berubah dan ingin memiliki pusaka tersebut. Maka pergilah ia ke negara Ngrancang kencana, dimana berkat kesaktiannya ia dapat mengalahkan raja negara tadi dan Petruk pun menjadi raja Ngrancangkencana. Beginilah awal lakon Petruk menjadi raja.
Menilik uraian diatas, maka surat kalimasada bisa dikuasai oleh siapapun juga, tetapi syaratnya ialah, bahwa orangnya harus suci. Pada saat Petruk menerima surat Kalimasada dari Priyambada, jiwanya masih suci, tetapi ternyata kesucian tak bisa tetap dan akan berobah juga. Buktinya, sesudah Petruk menjadi Petruk biasa lagi.
Cerita selanjutnya, Dewi Mustakaweni diperistri oleh Bambang Priyambada. Dewi Mustakaweni bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka mendongak. Berjamang, bersanggul besar dan dikembangi, berjamang dengan garuda kecil membelakan, berselendang. Bergelut dan ber-pontoh. Berkain dodot putren.

           
            Ini merupakan cuplikan Pandung Ing Amarta dalam pagelaran tari ujian akhir Sekolah Tinggi Keseian Wilwatikta Surabaya yang bertempat di Gedung Kesenian Jawatimur. Bisa anda lihat di dalam Youtube degan link :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TARI ARIMBI

Kembang Abang "KOMUNITAS BANYU UMUP" Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabya